Tuesday, July 3, 2007

Alam Mandailing Dalam Catatan Willem Iskander



The Mandailing realm from Adian Bania, Wllem Iskander's corner of contemplation
Alam Mandailing dari Adian Bania, sudut renungan Willem Iskander
Foto Arbain Rambey

ALAM MANDAILING DALAM CATATAN WILLEM ISKANDER

Bagi kita yang pernah membaca buku Sibulus-Bulus Si Rumbuk-Rumbuk karangan seorang tokoh pendidikan asal Mandailing dari abad ke-19, Willem Iskander (1840-1876), tak habis-habis kagum kita tentang kecintaan beliau terhadap “tanah air”-nya tano-rura Mandailing, yang tersurat indah dalam bait-bait puisinya. Simaklah salah satu puisinya yang berjudul MANDAILING yang mungkin ia tuliskan saat beristirahat di Adian Bania dalam perjalanan menuju Natal ketika akan berangkat studi ke Negeri Belanda pada 1857 : ” O Mandailing godang!/Tano inganan ku sorang/Na ni atir ni dolok na lampas/Na ni joling ni dolok na martimbus/Ipul na na laing bubus….Muda u tindo tingon Bania/U tatap ma aek ni Batanggadis/Mangelduk elduk dalan nia/Atir kamun jior mar baris”. (“O Mandailing Raya!/tanah tumpah darahku/yang diapit gunung yang tinggi/yang ditatap gunung berasap/asapnya mengepul terus! …Jika kupandang dari Bania/Kulihat air Batang Gadis/mengalir berliku-liku/Kiri kanan juar berbaris”.)

Dalam bait-bait berikutnya ia juga tak menyembunyikan kegalauan hatinya melihat “keterbelakangan” anak negerinya, namun begitu, ia tak akan menyia-nyiakan karena di sanalah pertama kali ia melihat matahari terbit. Ia mengucapkan selamat berpisah, entah berapa lama ia tak tahu, sembari berharap ketika bertemu kembali nanti anak negerinya tak lagi bodoh!.

Hampir 150 tahun yang lalu Willem Iskander telah mengingatkan kita tentang banyak hal, bagaimana mencintai negeri, bagaimana mencintai alam, mencintai Tuhan, mengasihi sesama, dan juga mendidik anak-anak untuk mencapai kemajuan. Ia juga tak sekedar memberi nasihat, melainkan bukti nyata dengan mendirikan sekolah guru di Tano Bato (1862). Apa yang ia lakukan satu setengah abad yang lalu telah memberikan sumbangan sangat besar bagi kemajuan orang Mandailing khususnya, sehingga sejarah telah mencatat generasi di bawahnya yang sudah terdidik banyak menjadi pionir dalam berbagai bidang kehidupan di negeri ini.

Kalau Willem Iskander telah sedemikian rupa menggambarkan kecintaannya kepada alam Mandailing yang ia lukiskan sangat indah, diapit bukit dan gunung, subur disiram aliran sungai, maka pada hari ini patutlah kita bertanya kepada diri kita masing-masing, khususnya sebagai warga Mandailing, apakah lingkungan alam dimana kita hidup dan menggantungkan kehidupan masih indah dan memberikan jaminan kehidupan bagi kita dan bagi anak cucu kita kelak ? Tor Sihite, Tor Barerang, Dolok Sigantang, Dolok Malea, dan Bania, nama-nama yang pernah disebutkan Willem Iskander dalam puisinya semuanya masih tegak, sebagaimana Sorik Marapi masih mengepulkan asapnya dan Batang Gadis masih mengalirkan airnya. Tapi bagaimanakah nasib hutan, pohon-pohon, tumbuhan obat, hewan-hewan, dan segala bentuk kehidupan yang ada di lingkungan alam pada semua bukit dan gunung yang ada di di daerah Mandailing Natal ? Bagaimana kualitas dan debit air sungai yang mengalir di sungai-sungai dan anak-anak sungai kita, apakah masih mampu menyangga kehidupan yang layak di masa yang akan datang ? Kita bisa menjawabnya sendiri, dengan coba merefleksi dan membuat bandingan keadaan hutan-hutan dan sungai-sungai kita, berikut dengan segala macam isinya dalam 5, 10, 15, atau 20 tahun terakhir; apakah masih bertahan atau justru sebaliknya sedang menuju kehancuran ?. Seandainya Willem Iskander hidup kembali hari ini, dan menyaksikan alam sekelilingnya yang ia pernah saksikan 150 tahun lalu, mungkin ia akan menangis pilu! *** (Gading Muda)

5 comments:

Joko-mandailing said...

Saya membaca artikel Bapak Basyral Hamidy Harahap pada http://basyral-hamidy-harahap.com/blog/index.php?item
tentang Pahlawan Nasional Willem Iskander, dan saya mempunyai pertanyaan sebagai berikut:

1. Sebagai seorang yang beragama Kristen, bagaimana peran Willem Iskander dalam mengembangkan agama Kristen di Mandailing?

2. Buku apakah karya Willem Iskander yang mengandung "pencerahan" secara agama Kristiani?

3. Apakah ada kemungkinan bahwa 3 orang calon guru yang dibawa oleh Willem Iskander ke Netherland gagal karena ke 3 orang tersebut menolak untuk menukar agama menjadi Kristen seperti yang dilakukan oleh Willem Iskander?. Dan Willem Iskander sendiri mengalami depresi dan dalam kondisi posisi terjepit disalahkan oleh 3 orang bawaannya tersebut serta desakan sponsor
atas "persyaratan" yang membiayai proyek tersebut?. Apakah akhirnya ketiga orang bawaan Willem Iskander tersebut terlantar di Negeri Belanda dan demikian juga dengan Willem Iskander sendiri sampai akhir khayatnya?

4. Apakah akhirnya Willem Iskander bunuh diri? dan apa penyebab sebenarnya beliau bunuh diri?.

Demikian, atas bantuan jawabannya diucapkan terima kasih.

Joko-Man

Unknown said...

banyak anak mandailing yang melupakan sejarawan daerah...lebih mengenal para artist2 yg gk memberi pngaruh positif...sebagai anak madina...sedih...
itu karena apa?

Unknown said...

Saya orang mandililing , tadi saya melihat foto adian bania di sebuah buku berjudul "Madina yg Madani", namun tdk ada yg tau di mana letaknya, sebenarnya di mana letak adian bania?

Unknown said...

assalamualikum

nama saya rendra anriadi siregar
sekarang sedang proses menyelesaikan pendidikan s2 d Universitas Sumatera Utara pada program linguistik. saya sangat tertarik untuk mengkaji buku sibulus-bulus si rumbuk-rumbuk ini, saya sedang mencari buku terjemahannya dalam bahasa indonesia. dalam blok ini saya baca kalau bapak sudah menterjemahan buku edisi pertama ke dalam bahasa indonesia. saya mohon bantuannya untuk mendapatkan buku terjemahannya

salam hormat, horas

Muhammad ikhsan said...

Willem Iskandar meninggal bunuh diri dengan menembak kepalanya sendiri di sebuah taman dekat rumahnya.