Taman Nasional Batang Gadis, di mana manusia dan alam hidup bersama secara harmoni
Foto Arbain Rambey
Taman Nasional Batanggadis
Upaya Mewariskan Hutan bagi Anak-Cucu
Taman Nasional Batanggadis
Upaya Mewariskan Hutan bagi Anak-Cucu
Ada petuah lama berbunyi "Alam terkembang, jadikanlah guru." Maksudnya, alam pemberian Tuhan yang terhampar luas ini sepatutnya dijadikan guru. Petuah itu rasanya pantas direnungkan karena dari alam manusia bisa membaca isyarat dan berkaca diri.
Lihat saja berbagai bencana alam di Tanah Air akhir-akhir ini. Mulai kekeringan panjang di Jawa, banjir dan tanah longsor di mana-mana, serta terakhir paling aktual banjir bandang di Bukit Lawang Bohorok, Sumatera Utara, yang menelan lebih 150-an korban tewas. Itu merupakan wujud nyata betapa alam sudah marah atas ulah manusia.
Barangkali, berangkat dari kesadaran untuk berguru dari alam itulah yang menjadikan masyarakat Kabupaten Mandailing Natal, Sumut, sehingga mereka telah berbulat tekad untuk melestarikan kawasan hutan alam di daerahnya. Upaya ke arah pelestarian hutan itu melalui usulan ke pemerintah pusat agar kawasan hutan di kampung mereka hendaknya ditetapkan sebagai Taman Nasional Batanggadis.
Menariknya, usulan untuk mempertahankan keberadaan hutan alam tersebut, seperti diakui Bupati Madina Amru Daulay, bukan berasal dari Pemkab Madina, tetapi murni usulan dari bawah, yakni masyarakat adat daerah ini. Peran pemkab sendiri hanya mendukung dan memberikan rekomendasi, sebagai salah satu syarat formal dalam administrasi pemerintahan.
"Tidak ada rekayasa sedikit pun terkait dengan usulan penetapan kawasan hutan alam Batanggadis menjadi taman nasional. Ini betul-betul murni aspirasi masyarakat sekitar hutan, karena mereka sudah terlalu ngeri melihat bencana alam di mana-mana," ungkap Daulay. Ia menambahkan, usulan ini dianggap sangat logis dan tepat karena sekitar 70 persen penduduk Madina merupakan petani yang hidupnya sangat tergantung pada alam.
Di tengah maraknya aksi penjarahan hutan di berbagai daerah di Indonesia akhir-akhir ini, usulan penetapan TN Batanggadis mungkin terasa "aneh". Soalnya, yang ngotot menggarap hutan untuk dikonversi menjadi lahan perkebunan dan pertanian, biasanya kalau tidak masyarakat, justru pemerintah kabupaten sendiri.
Erwin Perbata Kusuma, dari Conservation International (CI) Indonesia di Medan, menyatakan, "Sejak April 2003, jauh sebelum bencana banjir bandang Bohorok meluluhlantakkan Bukit Lawang, masyarakat dan Pemkab Madina malah sudah memberi perhatian serius terhadap sumber daya hutan setempat. Langkah konkretnya adalah dengan mengusulkan hutan alam di Madina dijadikan kawasan pelestarian alam TN Batanggadis. Ini langkah terpuji dan sangat layak didukung semua pihak."
Erwin menambahkan, CI sebagai organisasi internasional nonprofit, yang menerapkan inovasi dalam bidang ilmu pengetahuan murni, ekonomi, serta kebijakan dan partisipasi masyarakat untuk melindungi wilayah dengan keanekaragaman hayatinya, ikut mendukung terwujudnya rencana Taman Nasional Batanggadis.
Dikatakan, kalau rencana TN Batanggadis ini berhasil direalisasi, maka pengelolaannya nanti akan sangat khas karena melibatkan masyarkat yang bermukim di sekitar hutan secara langsung. Pemkab Madina dan Pemprov Sumut pun akan ikut berperan sebagai salah satu komponen penting. Selama ini, kewenangan pengelolaan taman nasional di Indonesia menjadi tanggung jawab pemerintah pusat semata.
DAERAH Aliran Sungai (DAS) Batanggadis ini tercatat mencapai luas 386. 455 ha, atau sekitar 58,8 persen dari seluruh luas Kabupaten Madina. Kawasan yang diusulkan menjadi taman nasional dengan luas 108.000 ha, sepenuhnya berada di DAS Batanggadis.
"Bagi masyarakat Madina, keberadaan DAS Batanggadis bernilai sangat penting. Sebagai sumber air, DAS ini amat mendukung kelangsungan hidup masyarakat sejak dulu. Oleh karena itu, Pemkab Madina mendukung TN Batanggadis karena ada sebanyak 66 desa pada 13 kecamatan yang masyarakatnya bersentuhan langsung dengan keberadaan DAS dan calon TN Batanggadis," ungkap Bupati Amru Daulay.
Lembaga CI mencatat, sektor pertanian di kabupaten ini merupakan pilar utama karena lebih 35 persen dari total produk domestik regional bruto (PDRB) daerah ini ditopang sektor pertanian.
Kualitas dan kelancaran pasokan air menjadi faktor yang sangat menentukan bagi keperluan sehari-hari warga masyarakat dan areal persawahan seluas 34.500 ha serta ribuan hektar areal perkebunan rakyat setempat. Karena itu, dipandang penting untuk menjaga keutuhan fungsi hidrologis DAS Batanggadis.
Secara fisik, sekitar 36 persen dari luas wilayah Kabupaten Madina terdiri dari pegunungan hingga ketinggian 2.145 meter di atas permukaan laut (mdpl). Jenis tanah sebagian besar rawan erosi dan longsor, curah hujan tinggi, serta dilalui patahan semangko. Dengan keadaan fisik seperti ini, Kabupaten Madina rawan bencana alam, seperti tanah longsor, banjir, maupun gempa. Ini terutama bila tutupan hutan alam di wilayah DAS Batanggadis berkurang.
Menurut Erwin Perbata, daerah Batanggadis mempunyai keragaman bentang alam yang cukup lengkap, dari hutan hujan dataran rendah perbukitan (300 mdpl), hutan pegunungan rendah dan hutan pegunungan tinggi di puncak Sorik Merapi (2.145 mdpl). Variasi tipe habitat yang tinggi tersebut mempunyai konsekuensi tingginya keanekaragaman hayati.
Berdasarkan riset biologi dan temuan beberapa peneliti, kawasan hutan alam Batanggadis memiliki nilai konservasi alam yang sangat tinggi dan bernilai global.
Di kawasan hutan ini ditemukan jenis mamalia langka yang dilindungi, seperti harimau sumatera (Panthera tigris sumatrae) dan tapir (Tapirus indicus). Jenis-jenis primata yang ditemukan di sini adalah siamang (Hylobates syndactylus), lutung kelabu (Presbytis cristata), owa ungko (Hylobates agilis), monyet beruk, dan monyet ekor panjang.
Nilai konservasi hutan alam Batanggadis makin lengkap karena di kawasan ini ditemukan sembilan dari 10 jenis burung rangkong yang mewakili seluruh marga yang ada di Sumatera. "Semua itu mengindikasikan kesesuaian habitat bagi satwa pemakan buah. Sebanyak 99 jenis burung pun telah tercatat menghuni kawasan hutan alam ini," papar Erwin.
Bagi Pemkab Madina, seperti diakui Bupati Madina Amru Daulay, DAS Batanggadis tak hanya sekadar mengandung nilai konservasi dan potensi alam yang besar. Akan tetapi, kawasan sekitar hutan alam ini pun memiliki potensi wisata, baik untuk wisata alam maupun petualangan.
Beberapa potensi wisata alam dan budaya yang bakal bisa dipasarkan, antara lain, gua-gua alam yang sangat memesona, sumber air panas alami, puncak gunung Sorik Merapi, dan Desa Sibangor yang menampilkan rumah khas tradisional beratap ijuk.
Kampung khas Mandailing ini persis terletak di kaki Sorik Merapi, dekat kawasan hutan alam, sekitar 20-an km dari kota kabupaten di Panyabungan yang mudah diakses lewat jalan negara lintas tengah Sumatera. (Ahmad Zulkani).
Dikutip dari Kompas Jan 6 2004
No comments:
Post a Comment